Tuesday, March 13, 2012

Copy paste ajah

Gw dapet joke ini dari temen gw. Entah kenapa, gw demen banget ama ini joke. Cekidot...

Ada seorang pendeta yang bercakap-cakap dengan seorang oma.

Pendeta: Oma, kenapa umur oma bisa sampai 100 tahun? Apa rahasia umur panjang oma?

Membuka Aib - jilid 3

Buka-bukaan lagi... Tapi kali ini gw ga mau mempermalukan diri sendiri; gw mau mempermalukan orang lain. Huahahahaha... MySpace

Tapi tenang, gw ga akan menyebut merk koq.

Ceritanya bikin cerpen nehh...

Dalam rangka membangkitkan kembali semangat menulis, gw berpartisipasi nyumbang tulisan di majalah yang dibuat beberapa oknum di sekolah gw (hohoho...kesannya).


Majalah ntu ntar ceritanya buat guru-guru. Nah...gw bikin cerpen-cerpenan nih untuk menghiasi majalah ntu. Hahaha... Mudah-mudahan ada yang suka... MySpace


Jadi aturan untuk nulis di majalah itu adalah gw wajib, kudu, harus pake bahasa baku. Gw berusaha sekuat tenaga gw untuk pake bahasa baku tapi koq susah ya? Ibarat kata mencari rambut di pantat gajah. Aduh...


Tapi gw udah berhasil membuatnya.Gw post cerpen gw dengan sedikit editan. Cekidot ya.... 


CURHATAN SEORANG GURU: PINTAR HIDUP
Malam hari… Mati listrik… Mau nonton TV, nggak bisa… Mau internetan, nggak bisa… Nasib, nasib…!

Aku pun duduk di atas kursi goyang kayu jati peninggalan nenekku, ditemani sebatang lilin saja.

Aku jadi teringat pengalamanku waktu kuliah. Aku kuliah di Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Tidak terlalu terkenal sih! Dan itu bukan pilihan pertama dan keduaku. Tapi apa boleh buat? Dari 25 pertanyaan matematika, aku cuma jawab 2. Jadi masih untung aku diterima di universitas negeri! Jurusanku adalah Pendidikan dan Sastra Indonesia angkatan 2005. Di angkatanku, ada 2 kelas, kelas A dan kelas B. Aku tergabung di kelas A.

Biasanya huruf ‘A’ identik dengan hal-hal yang bagus. Dapat nilai A, bagus… Beli barang kelas ‘A’, bagus... Tergabung di kelas A jurusan Bahasa Indonesia angkatan 2005, nggak bagus! Ada banyak dosan yang sering membanding-bandingkan kami dengan anak-anak kelas B. “Kalian itu harusnya tiru anak-anak B. Mereka itu pintar-pintar. Bapak/Ibu tidak menjelaskan apa-apa saja, mereka paham. Apalagi kalau Bapak/Ibu jelaskan!”, oceh mereka. Hebat sekali anak-anak kelas B itu, pikirku.

Aku sebenarnya agak kesal menghadapi kenyataan adanya kasta akademis dan bahwa aku tergabung di kasta rendah.Mereka cantik-cantik pula. Kalau datang kuliah, mereka dandan; pakai kemeja, rok, dan heels. Bandingkan denganku: aku pakai kaos oblong, celana jeans belel, sepatu karet anti banjir dan anti slip. Kuku nggak pernah dikutek tapi malah digigitin.  Mengapa, Tuhan, mengapaaaa?????

Dengan perasaan seperti itu, aku berangkat untuk KKL. KKL adalah singkatan Kuliah Kerja Lapangan. Jadi kami diberi dispensasi selama seminggu untuk pergi ke sebuah desa dan mengajar di sekolah-sekolah yang ada di sana. Selama di sana, kami pun harus tinggal di rumah-rumah penduduk. Kami pergi ke Kampung Pesisir, sebuah desa kecil di Kecamatan Titrtayasa. Seluruh angkatan 2005 berangkat.

Kampung Pesisir ini sudah dialiri listrik tapi mereka belum pakai pompa air dan persediaan kasurnya terbatas. Jadi kalau mau mandi atau  mau melaksanakan panggilan alam, kami harus menimba air. Tidur pun di atas tikar karena kasurnya sudah dikuasai anak-anak kelas B. Dan, tabiat asli mereka pun keluar!

Ketika mereka diminta cuci piring, ini jawabannya,

“Aduh, aku nggak pernah cuci piring kalau di rumah. Lagipula, lihat deh! Iiihh, jijik banget sih bekas makanannya!”

(Helloooooooo…ini bekas makanan kalian sendiri!!!)

Ketika mereka harus timba air untuk mandi mereka sendiri, ini komentarnya,

“Aduh, nimba air itu caranya bagaimana? Kalau di rumahku, perasaan tinggal buka keran. Koq di sini ribet ya?”

(Kalau begitu, kenapa rumahnya nggak dibawa ke sini sekalian?)

Ketika mau membantu ibu-ibu setempat untuk memasak, seperti ini percakapannya,

“Hmm…ibu, saya bisa bantu apa?”

“Potong bawang merah saja, neng.”

“Oh…”

Hening…

“Bawang merah itu yang mana ya, bu?”

Hening…

“Yang warnanya merah lah, neng.”

“Oiya, yang panjang kan?”

“Itu cabe, neng!”

 (Astaganaga!!!! Hidup di bumi sebelah mana sih mereka sampai-sampai nggak tahu bawang merah?!!)

Dosenku mengungkapkan kelemahan mereka: mereka tidak pintar hidup. Mereka cerdas secara akademis tapi tidak punya kemampuan-kemampuan yang bisa dibilang sepele namun penting dalam menjalani hidup sehari-hari. Mereka ini bakal jadi istri orang nantinya. Nggak bisa cuci piring? Nggak bisa membedakan bawang merah sama cabe merah? Apa kata dunia???

Aku langsung terpikir murid-muridku. Yup…murid-murid SMP yang kuajar! Segera setelah lulus, aku melamar ke Voltaire Junior High School. Aku diterima jadi guru Bahasa Indonesia untuk kelas 7.

Voltaire Junior High School adalah sekolah internasional. Pelajaran apapun wajib disampaikan dalam Bahasa Inggris, kecuali Bahasa Indonesia tentunya. Jenis anak yang masuk di sekolah ini tidak jauh beda dengan kelas B jurusan Bahasa Indonesia angkatan 2005 di kampusku. Mereka kaya, modern, dan cerdas. Tapiii…

Ada anak yang jago menari dan termasuk fashion goddess, tapi dia nggak bisa membedakan gayung sama baskom.

Ada anak ‘straight A’, tapi dia nggak bisa membedakan ketumbar sama lada.

Ada anak yang jadi artis, tapi dia belum pernah lihat yang namanya ‘talenan’ seumur hidupnya.

Ada anak jock yang terpesona saat dia melihat pengki. Dia juga bingung dengan fungsi pengki.

Mereka ini anak-anak hebat secara akademis. Tetapi seperti dosenku bilang, mereka belum pintar hidup. Mungkin mereka anggap hal-hal di atas itu nggak penting. Namun akan lebih baik bila mereka tahu dan bisa melakukannya. Tidak selamanya mereka jadi anak kaya! Mereka juga perlu pintar hidup.

Nyalanya listrik juga menyalakan sebuah ide di otakku. Aku ingin menelepon Mrs. Beatrice, kepala sekolah Voltaire Junior High School untuk menyampaikan ide. Ideku adalah membuat sebuah ekskul wajib bagi anak-anak kelas 7. Di sana, mereka akan diajar keterampilan-keterampilan hidup seperti memasak, mencuci piring, mencuci baju tanpa mesin, menyapu, mengepel, mengenal bumbu-bumbu dapur dan semua perangkatnya. Ide yang cukup gila mengingat murid-muridku merupakan anak  bos.

Aku menekan nomor telepon Mrs. Beatrice dan menunggu.

“Halo.”

Gimana? Gimana? Suka donk, suka ya, pliiiizzz....

MySpace

Monday, March 12, 2012

I'm Back....!!!

Setelah setahun berpuasa (baca: ga nulis), akhirnya gw memutuskan untuk nulis lagi.

Ga berasa ye, udah setahun gw nulis apapun di sini. Entah kenapa gw ga selera nulis setahun kemaren. Mungkin karena gw terlalu sibuk pemotretan. Maklum, model papan gilesan... MySpace

Tapi seperti yang dibilang Arnold Suasanasegar, "Ail bi bak" (baca: I'll be back), gw juga kembali memeriahkan blog ini dengan tulisan-tulisan ajaib.

Moga-moga, gw ga puasa lagi ya. Amiiiiiiiiinnn

MySpace